Sejarah Sekolah

Berawal dari sebuah komitmen dan semangat untuk mendirikan sebuah usaha umat Islam di dalam mengangkat  harkat dan martabat umat ke arah yang lebih baik khususnya peningkatan iman dan taqwa, maka pada tahun 1947 para tokoh masyarakat dan agama di Samarinda bersepakat mendirikan sebuah lembaga yang disebut Usaha Umat Islam (USUMI).

Maksud dan tujuan awal didirikannya USUMI adalah agar umat Islam di Samarinda mempunyai wadah yang mampu memfasilitasi umat Islam di dalam mengembangkan berbagai kegiatan, khususnya kegiatan yang akan melahirkan para da’i dan muballigh di Kota Samarinda ini.   

Lahirnya USUMI ini disamping lebih berorientasi kepada pengembangan dakwah, juga sebagai upaya untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia, yang baru saja merdeka pada Tahun 1945.

Dua semangat inilah, yakni semangat keislaman dan kebangsaan, mampu merekat pengurus USUMI serta eksis di dalam berbagai kegiatan USUMI khususnya pengajian-pengajian. Kegiatan semacam ini lama-lama mengalami  perubahan, dan mulailah beberapa orang pengurus USUMI memunculkan ide untuk mendirikan Madrasah Normal Islam.

Adapun tokoh-tokoh yang melahirkan USUMI  saat itu adalah :

  1. Alm  H. Asnawi;
  2. Alm  H. Mahmud;
  3. Alm KH. Ahmad Yusuf;
  4. Alm Parlaungan Nasution;
  5. Alm HS. Abdullah Al- Hinduan;
  6. Alm Muhammad Asmawi;
  7. Alm H. Encik A bdul Rahim;
  8. Alm S. AbdullAH Al-Habsyi;
  9. Alm KH. A. Sani Karim;
  10. Alm H.M. Duam; dll.

Selanjutnya para tokoh tersebut  berupaya merealisasikan keinginannya pada tahun 1947 itu juga mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam yang lebih fokus, dan diberi nama Sekolah Normal Islam tingkat Tsanawiyah dengan kurikulum seratus persen agama, dan tempat belajar meminjam di Sekolah Rakyat (SR) di jalam Imam Bonjol (sekarang SDN Imam Bonjol).

Pemberian nama Normal Islam ketika itu dilhami oleh adanya tokoh yang merupakan alumni Lemabaga Pendidikan Normal Islam Amuntai Kalimantan Selatan, yang mengusulkan nama lemabaga pendidikan tersebut Sekolah Normal Islam.   

Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1948 Alm H. Mahmud dan Alm H. Asnawi masing-masing mewakafkan sebagian dari tanah miliknya seluas kurang lebih 30 X 40 M, untuk lokasi pembangunan Sekolah Normal Islam di jalan Tugu (sekarang Jl. Panglima Batur).  Dan Alhamdulillah dengan segenap kemampuan pengurus USUMI serta dukungan dan partisipasi umat Islam ketika itu khususnya umat Islam Samarinda, maka pada tahun itu juga berdiri Gedung Sekolah Normal Islam yang cukup representatif ketika itu. 

Adapun sistem pendidikan yang diberlakukan setelah perpindahan dari SR. Jl. Imam Bonjol ke Jl. Tugu mengalami perubahan, dari mata pelajaran seratus persen agama selanjutnya berorientasi kepada sekolah keguruan yakni PGA 4 tahun dengan kurikulum seimbang antara agama dan umum ditambah dengan ilmu keguruan, dengan Kepala Sekolah pertama Bapak KH. A. Sani Karim (alm).

Dalam rangka pengembangan kelembagaan USUMI serta untuk memperkuat kedudukan lembaga tersebut, maka pada tahun 1952, USUMI  berganti nama dan dijadikan sebuah yayasan dengan nama Yayasan Pendidikan Islam Kalimantan Timur (YPI Kaltim) dengan notaris Soetejo. 

Pada tahun 1958, pengurus yayasan yang dipelopori Alm Bapak Muhammad Asnawi dan Alm KH. Dja’far Sabran, berusaha mengembangan lokasi pendidikan Sekolah Normal Islam, karena lokasi yang ada (Jl. Tugu) dianggap kurang representatif untuk pengembangan pendidikan ditambah banyaknya pelajar yang dari luar Samarinda yang membutuhakan asrama. Maka pada saat itu pengurus yayasan membeli tanah kurang lebih setengah hektar (1/2 Ha) berlokasi di Jl. KH. Ahmad Dahlan (lokasi saat ini) dari Alm Bapak H. Ahmad Yusran dan Bapak H.M. Sabirin.

Pada tahun 1967, Sekolah Normal Islam mengalami perubahan sistem pendidikan, yang tadinya berorientasi kepada sistem pendidikan keguruan (PGA 4 tahun) berganti dengan sistem pendidikan agama yang lebih umum dengan mengambil jalur pendidikan non formal karena sistem pendidikan pada saat itu memang memberlakukan sama antara pendidikan non formal (pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat) dengan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, bahkan ijazah madrasah swasta dan pondok pesantren pada saat itu mendapat penghargaan sama dengan  ijazah sekolah formal yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Dalam pasang surut perkembangan Sekolah Normal Islam, pada tahun 1967 Yayasan Pendidikan Islam Kalimantan Timur mendirikan Pesantren Ma’hadut Ta’lim yang merupakan pengembangan lembaga Sekolah Normal Islam. Namun dalam perjalanannya Pesantren ini hanya berjalan sampai tahun 1970 dan selanjutnya bubar.

Perkembangan selanjutnya Sekolah Normal Islam memngalami perubahan yang cukup mendasar, yakni dari nama Sekolah Nolrmal Islam berganti menjadi Madrasah Normal Islam Tingkat Tsanawiyah, dan perubahan ini terjadi pada tahun  1970. Namun dari segi kurikulum perubahan ini tidak terlalu signifikan, yakni masih mempertahankan bidang studi agama sebagai unggulan di dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.     

Kebijakan pemerintah terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia pada tahun 1979, membuat Madrasah Normal Islam melakukan perubahan secara drastis dari Madrasah yang bersifat non formal menjadi madrasah formal dan mengikuti ujian nasional. Sejak saat itulah nama Madarasah Tsanawiyah Normal Islam dengan kurikulum dari Departemen Agama membuat lembaga ini menjadi lembaga pendidikan formal sampai sekarang.